Halaman Blog

29 Januari 2008

Tafakkur In This Day

1. Menyeimbangan Jiwa Dan Raga

Kebutuhan kita mencakup hal yang fisik dan yang psikis, jiwa dan raga, materil dan spirituil, psikologis dan biologis dan hal-hal lainnya yang seakan-akan berlawanan tetapi hal itu bagaikan satu keping uang logam dengan dua sisi, dimana dus sisi tersebut sangatlah berarti dan mempunyai satu tujuan yang sama, yaitu sebagai alat tukar, dan kita bukan ingin memiliki uang hanya sebagai alat tukar, tapi membutuhkan uang tersebut hanya sebagai fasilitas atau perantara terhadap barang-barang yang sebenarnya kita butuhkan, dan kebanyakan kebutuhan-kebutuahan yang kita beli dengan uang tersebut pada hakikatnya adalah untuk kebahagiaan diri kita. Dan padahal segala kebahagiaan tidak dapat hanya dibeli oleh uang dan kebahagiaan sejati hanyalah dari Allah yang memberikan ketenangan jiwa dan rasa aman kepada jiwa ini.

2. Hidup Perlu Penegasan.

Sebenarnya hidup ini membutuhkan sekali pengegasan-pengegasan, seorang istri senantiasa menginginkan pengegasan dari suaminya bahwa ia mencintainya apalagi dengan diucapkan secara sangat romantis, seperti dengan cara membisikan kata "aku sangat mencintai bidadari hatiku" ditelinganya dengan senyuman dan sedikit canda kecil yang akan mengharmoniskan rumah tangga mereka.

Al-qur'an mungkin tidak akan pernah turun jika manusia tidak memerlukan penegasan dari tuhannya, al-qur'an turun untuk mengegaskan hal yang baik dan yang buruk, hak dan batil, menegaskan adanya hari kebangkitkan, dan mengegaskan perintah-perintah dan larangan-larangannya, yang sebenarnya Allah sendiri telah memberikan kepada manusia instrumen kepada masing-masing untuk bisa menemukan al-qur'an di dalam dirinya, secara langsung atau tidak langsung, sehingga tidak mengherankan ada manusia yang menemukan jawaban segala pertanyaan yang sebenarnya sudah tersirat dalam al-qur'an walaupun tanpa wahyu atau tanpa melihat al-qur'an itu sendiri.

3. Prediksi Langkahmu

kita kadang-kadang harus hidup seperti para ahli catur yang bisa memprediksikan langkah kita sendiri juga langkah-langkah orang lain, sehingga ia bisa mendapat kemenangan dengan mudah

4. Jangan Putus asa terhadap kegagalan

untuk menemukan indahnya cahaya kadang-kadang kita harus menemukannya dalam kegelapan, karena kadang-kadang cahaya tak dapat terlihat bila ia tersilaukan oleh cahaya yang lain, seperti itulah mungkin cahaya Allah yang mungkin dapat kita temukan ketika kita berada dalam kegelapan hati dan dosa, cahaya tuhan kitalah yang menyadarkan kegelapan kita untuk hidup lebih baik pada cahaya yang diberikannya.

5. Jangan Menganggap dirimu suci

Fala Tuzakku anfusakum Huwa a’lamu bimanittaqo” janganlah kamu mengganggap dirimu suci Dialah (Alla) yang mengetahui orang yang bertaqwa”

kadang-kadang bila kita silau karena cahaya yang sangat berlebihan, karena kita mungkin kesalahan kita sendiri terlalu berlebihan dalam memberikan pencahayaan dalam kehidpan kita, sebagaimana firman Allah "janganlah kalian menganggap diri kalian suci…" karena mungkin jika kita menganggap diri kita yang lemah dan penuh dengan kekurangan ini suci, maka itulah tanda kekotoran orang itu, dan mungkin hal itu terjadi karena ia terlalu tinggi mempersepsikan perbuatannya yang ia anggap sempurna, yang padahal bila ia telah menganggap bahwa dirinya telah sempurna justru ialah orang yang tidak sempurna, karena tidak melihat kekurangan dirinya yang menganggap dirinya sempurna.

6. Menghindari Prasangka

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.

Apakah yang dimaksud prasangka ini identik dengan prediksi, sabagaimana kita harus memprediksikan langkah kita dan orang lain untuk mencapai kemenangan.

Mungkin prasangka itu sama, karenanya itu Allah memberikan pernyataan firmannya dengan "kebanyakan/sebagian" dari prasangka itu merupakan dosa, dan mungkin kebanyakan prasangka manusia itu sebernya atau 50 -75 % su'udzon (berprasangka jelek terhadap sesuatu), dan hanyalah prasangka yang berjalan atas nama Allah mungkin itulah yang benar. Bagaimana kita mengetahui bahwa prasangka itu atas nama Allah? Mungkin pertama, bahwa prasangka itu harus betul-betul karena Allah, untuk kemashlahatan berasama, dan dengan cara yang diridhoi oleh Allah pula, dan hal itupun harus kita uji kembali dengan menanyakan kenyataannya pada orang atau sesuatu yang kita prediksikan atau prasangkakan tersebut, mungkin bila kita berprasangka kepada orang, obat yang mujarab untuk menjadikan prasangka itu menjadi kebenaran adalah dengan cara menanyakan hal yang sebenarnya terjadi, tapi mungkin adapula tipe orang yang kurang suka berterus terang atau jujur akan sesuatu apalagi menyangkut dirinya atau privacynya sendiri, sehingga akan menyulitkan kita mengetahui bahwa prediksi atau prasangka kita benar atau salah. Dan karena prasangka itu berlandaskan Allah mungkin sebaiknya kita kembalikan kembali pada Allah yang mengetahui hal-hal yang tersembunyi dan yang nampak. Dan apabila prasangka tersebut merupakan prasangka atau suatu jawaban suatu permasalahan, maka untuk menguji kebenaran prasangka tersebut adalah dengan cara mengujinya sendiri atau melihat kepada pengalaman orang lain yang telah lebih dahulu menguji hal tersebut.

7. Relativitas Pemikiran

segala pernyataan yang kita buat seperti pernyataan-pernytaan ini mungkin bisa berubah sewaktu-waktu, karena kadang-kadang sesuatu yang ingin mencapai atau mendekati kesempurnaan membutuhkan waktu untuk terus ditempa dan terus dibenarkan walaupun hal tersebut dilakukan dengan cara dipukul atau di bakar berulang-ulang seperti cerita gelas yang cantik yang berasal dari tanah liat yang jelek, yang setelah dibakar dan dipukul berkali-kali menjadikan tanah yang jelek tersebut menjadi gelas yang cantik yang mendekati kesempurnaan, dan mungkin itulah yang terjadi pada diri kita, kadang-kadang kita seakan-akan selalu mendapatkan masalah dan yang paling parah adalah kita mengeluh apalagi putus asa akan masalah yang dihadapi tersebut "sudah jatuh tertimpa tangga lagi" padahal yang lebih baik adalah sudah jatuh lebih baik kita berdiri dan menghindari tangga yang kita duga akan jatuh menimpa diri kita, kita seharusnya lebih bisa berhati-hati dan bisa lebih cepat menyelesaikan masalah untuk lebih tegar dan lebih efktif memecahkan masalah yang akan kita hadapi, karena masalah tidak akan pernah bisa habis sampai diri kita sendiri yang habis.

Wallahu a’lam